Subuh-subuh jam 3, gue gak bisa tidur. Tangan gue pengen nulis tapi gue gak mood nulis. Rasanya banyak banget yang pengen gue ceritain ke seseorang. Beban gue ini banyak banget.
Gue masih kepikiran soal postingan gue tentang Smash.
Gak seharusnya gue gak menghargai mereka karena mereka ngefans. Gak seharusnya gue malah bikin malu negara sendiri dengan ngatain Smash dan bikin seluruh dunia tau kalau Indonesia punya boyband kayak mereka. Seharusnya sebagai warga negara yang baik, gue memperbaiki mereka, menjadikan mereka lebih baik dan membanggakan mereka ke seluruh dunia. Tapi kalau mereka gak mau, bodo amat. Biarkan dunia tahu sendiri, dan kita para Indonesian, cukup bilang “gak kenal…” kalau ada yang nanya Smash punya Indonesia atau bukan.
Gue merasa bersalah banget sama Smashblast. Gue merasa mereka suka sama sesuatu, terpaku dan jatuh cinta sama sesuatu sampai gak melihat kekurangan mereka, dan seharusnya gue menghargai mereka semua. Tapi kenapa? Kenapa gue gak menghargai mereka?
Seharusnya memang sudah jatah gue untuk memperbaiki sesuatu yang salah pada negara ajaib ini. Negara yang tidak toleran dan negara yang penuh dengan kekuasaan mayoritas.
Bahkan umat seagama gue (yang pasti mereka cuma ikutin emosi dan gak pernah ibadah, cuma bawa nama agama doang) yang minoritas, ketika menjadi mayoritas, akan berbalik dari ‘domba-yang-kegencet-mayoritas’ menjadi monster mengerikan. Jadi sok dan ngegencet anak mayoritas yang kebetulan lagi minoritas.
Seharusnya gue gak melakukan sesuatu yang mengekang kebebasan orang.
Tapi kalau kalian lihat di postingan gue, gue gak ada sama sekali mampangin kalau gue melarang adanya Smashblast. Tapi postingan gue terlalu tajam dan udah bukan sarkasme lagi… udah terlalu blak-blakan.
Mereka merasa terkekang, mereka merasa yang mereka sukai itu salah, salah besar dan dianggap melawan norma negara.
Padahal menurut gue gak salah suka sama Smash. Lagian bagi beberapa orang, sebuah kuantitas lebih utama asalkan mereka nyaman akan itu. Musik bukan masalah major label atau masalah genre yang berat. Jadi seharusnya yang gue lakukan adalah MEMBIARKAN MEREKA.
Padahal waktu itu gue cuma bermaksud menyadarkan beberapa orang, kalau kita gak seharusnya bangga akan sesuatu yang salah pada sebuah negara. Gak membanggakan pada negara lain kalau kita punya berlian mentah disini, kita punya sesuatu yang belum jadi disini.
Belum jadi, atau memang keras kepala dan merasa keren… lalu tak mau dibentuk menjadi lebih baik.
Menutup telinga akan kritikan dan menganggap kita “sirik aja sama abang-abang gue”.
Well, gue merasa sekarang gue gak berbeda dengan Soeharto yang melarang adanya orang Cina di Indonesia.
Sekarang saatnya gue berubah menjadi Gus Dur, tokoh yang paling gue kagumi dan paling gue inginkan untuk bangkit lagi diantara kita semua.
Sekarang gue udah lega.
Entah Smashblast-Smashblast itu bilang “haha, nyerah kan lo karena gak bisa debat sama kita?” atau bilang “makanya benerin diri dulu, gak usah ngatain Smash yang LEBIH KEREN DARI LO (meski gue bingung dari mana tolok ukurnya kerenan Smash dari gue padahal gue cuma blogger SMP dan mereka boyband—udah beda genre jauh)” atau mereka mau bilang gue kalah telak…
Yang pasti, gue merasa perlakuan gue salah, tapi argumen gue benar. I have a reason why I do that things.
Gue pernah suka boyband girlband dalam negeri, gue pernah suka boyband girlband korea, dan sekarang gue Jlovers (orang-orang yang suka Japanese Pop atau J-pop dan namanya bukan Jpopers). Setidaknya, gue sudah punya bahan pembanding satu dengan yang lain.
Nyokap kemarin bilang pas gue ngira Ilham Smash meninggal (padahal yang di acara gosip itu Ilham yang lain) dan gue bilang “pasti murid mom yang alay-alay pada nangis ya?”… dia bilang kalau “di dunia ini udah gak ada lagi yang orisinil. Semuanya udah niru”
Meski gue punya argumen, kalau seharusnya kita gak mengambil yang bukan milik kita, tapi boleh mengambil pelajaran dari orang itu.
Sekarang gue pikir-pikir aja. Bahkan seorang bang Raditya Dika yang gue kagumi aja punya idola. Artis-artis lain, juga punya panutan untuk mereka berkarya. Seseorang yang ketika mereka melihat fotonya, artis-artis itu akan berkata pada dirinya sendiri bahwa “gue pengen seperti mereka!”, lalu mereka mendapat tenaga lagi untuk memijak dan berkarya.
Pasti Smash juga punya. Cherrybelle, Blink, XO-XI, Dragon Boys, Coboy Junior… pokoknya mereka semua pasti punya seseorang yang menyemangati.
Masalahnya, ada beberapa artis yang bukan idola mereka, tapi mereka ambil sesuatu dari artis lain dan mereka REKONSTRUKSI menjadi seakan milik mereka (meski gue gak yakin. Yang ngambil itu ARTISNYA atau MANAGEMENTNYA?).
Menurut gue salah, Indonesia nelen bulat-bulat hallyu wave-nya si Korea itu. Salah banget. Nelen bulat-bulat, nambahin isi kantongnya si SM, JYP, YG dan yang lainnya… sampai industri musik negara sendiri mengaku kalah.
Ada yang mengaku kalah dengan berhenti bermusik, ada yang bergerilya dengan bermusik tanpa seterkenal dulu, tetap dengan dirinya sendiri dengan berjuang naik ke permukaan lagi dan ada satu yang mencoba peruntungan lain dengan… MENJADI YANG LAGI NGETREN.
Mereka mengorbankan mas-mas dan mbak-mbak yang demen Korea dan punya mimpi jadi penyanyi atau bertemu idola Korea mereka. Menjadikan mereka ‘The Fake Korean’ dengan suara mereka yang sebenarnya bagus (ada juga yang suara bagusnya hasil editan tapi dipertahankan karena mukanya bagus), dan berakhirlah mereka dihujat oleh khalayak banyak cuma karena mimpi.
“Mereka cuma nyari duit” adalah argumen yang selalu bikin gue terenyuh dan berhenti bicara tentang boyband-girlband ‘The Fake Korean’ itu. They have a dream, to be a singer, to be the best of the best… dan mungkin saat itu, gak ada jalan selain menjadi orang lain.
“Kita harus menjadi orang lain dulu, baru jadi diri sendiri” adalah satu quotes saduran dari Perahu Kertas, yang selalu bikin gue berpikir kenapa banyak orang yang mau membohongi diri mereka sendiri demi sebuah mimpi.
Jadi, gue mengaku salah.
Tidak seharusnya gue melakukan sesuatu yang buruk pada milik negara sendiri. Seharusnya gue menarik kembali mereka yang ‘The Fake Korean’ karena mereka milik kita, mereka WNI juga. Seharusnya kitalah yang kembali menghargai musik negara sendiri dan membuat mereka kembali jadi diri mereka sendiri.
Gak peduli apa genre kesukaan kita. Mungkin kita suka The Rolling Stone, mungkin kita suka AKB48, mungkin kita suka sama Westlife…
Tapi jangan lupa kalau kita juga punya sesuatu yang potensial di negara kita sendiri dan mereka perlu didukung sebelum mereka harus jadi orang lain dan bikin kita sendiri malu.
Sama aja kayak kalian-kalian yang sok ngamuk di Twitter pas Malaysia mau mengklaim Batik, Reog, Tor-tor dan yang lainnya. Gue mau bertanya…
“Halo, kemana kalian selama ini ketika para seniman tua itu merintih ‘siapa yang melanjutkan kebudayaan kita’, hah?”
In the end, gue minta maaf sama Smashblast. Gak seharusnya gue mengekang kalian. You can do what you wanna do, say what you wanna say, sama kayak lirik lagu Mocca yang juga gue ambil untuk tajuk blog gue.
Seharusnya, gue membantu kalian. Seharusnya gue yang dari awal membantu agar Smash dan yang lainnya tidak ‘pergi ke Korea’ dan meninggalkan Indonesia dengan membawa bahasa Indonesia (maksud sederhananya: bergaya ala Korea tapi nyanyinya pake bahasa Indonesia).
Sayang, kita terlalu menelan bulat-bulat Korea. Akhirnya, kita mau aja dijajah sama Korea: negara yang sama-sama dijajah sama Jepang sama kayak kita dan tanggal kemerdekaannya berbeda beberapa hari dari kita. Ironi diatas ironi, kayak kata Spongebob.
Can we get they back to Indonesia, so they don’t ‘go’ to Korea? Bisakah kita membiarkan orang Korea mencari uang tanpa harus mengambil lahan mereka dengan menjadi seperti mereka dan kembali pada lahan kita sendiri? Yang meski gak subur, tapi tetap milik kita?
P.S: dari tadi gue pake kata ‘gue’, karena gue gak yakin… ada gak yang mau bantu gue membawa kembali mas-mas dan mbak-mbak ‘The Fake Korean’ untuk kembali ke negaranya meski kita punya banyak musisi yang lebih baik disini? #kode.
P.S lagi: Gue sama sekali gak menghina musisi Korea. I talk about their management 🙂 jadi, gue sama sekali gak menghina korea ini-itu, judge suju or another. Enggak sama sekali 🙂 oh iya, gue juga bukan fans boyband-girlband korea-indonesia.